Senin, 18 Januari 2010

KPK Diminta Selidiki Kredit Bermasalah PT Anugerah urea Sakti di BPD Kaltim










(Johan Budi dalam keterangan Persnya mengenai Bank kaltim)



Senin, 11 January 2010]
Salah satu dugaan praktek perbankan tak sehat adalah penyaluran kredit yang diduga bermasalah oleh BPD Kalimantan Timur.


Kinerja Bank Pembangunan Daerah (BPD) saat ini terus disorot berbagai pihak. Pasalnya, banyak terjadi praktek setoran ilegal dari beberapa BPD kepada pejabat di tingkat provinsi dan kabupaten di berbagai daerah. Juru bicara LSM Tranparansi Otonomi Daerah (Transoda), Ahmad Dede Kurniawan mengatakan salah satu dugaan praktek perbankan tak sehat adalah penyaluran kredit yang diduga bermasalah oleh BPD Kalimantan Timur (Kaltim) ke sebuah perusahaan berinisial PT AUS di Kaltim.

Dikatakan Ahmad, secara legal memang pihak yang mengajukan kredit adalah koperasi masyarakat sebagai petani plasma. Akan tetapi yang menjadi penjamin korporat adalah PT AUS. Faktanya, PT AUS pula yang mengelola dan menggunakan dana kredit tersebut. “Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kreditor substansial adalah PT AUS,” ujarnya.



Kredit tersebut bernilai sekitar Rp219 miliar yang direalisasikan bulan Juli 2009 untuk keperluan pembangunan dan pengelolaan perkebunan plasma kelapa sawit milik rakyat seluas 3.000 hektar di Kutai Kartanegara.



Ada dugaan dan kredit tersebut ternyata tidak digunakan untuk pembangunan dan pengelolaan kelapa sawit milik rakyat. Dugaan itu, kata ahmad, muncul setelah melihat sangat lambannya proses pembangunan perkebunan.



Menurutnya, hampir semua jadwal tahapan pembangunan perkebunan mulai dari pembersihan lahan (land clearing), pembangunan jalan-jalan, pembangunan drainase sampai pembibitan melenceng dari batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika pada akhirnya pembangunan tersebut gagal, kemungkinan besar kredit PT AUS itu akan menjadi macet yang berarti menimbulkan kerugian bagi dan negara.



Bukan itu saja. Jika pembangunan perkebunan rakyat oleh PT AUS gagal maka dipastikan akan menimbulkan kerugian bagi rakyat setempat sebagai pemilik dan kemungkinan juga sebagai pekerja perkebunan kelapa sawit.



“Terlebih jaminan fisik kredit tersebut adalah lahan-lahan kebun yang sedang dibangun,” ucap Ahmad. Bila kelak kredit menjadi macet dan pihak bank melakukan penyitaan jaminan, maka rakyat pemilik lahan akan mengalami dua kali kerugian.



Atas dugaan itu, Ahmad meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus ini secara detail. Dia berharap KPK tidak bisa pasif menunggu kredit PT AUS macet terlebih dahulu baru kemudian bertindak.



“Tanpa harus menunggu kredit PT AUS macet, unsur-unsur tindak pidana korupsi sudah terpenuhi jika benar-benar dapat dibuktikan dana kredit yang dikucurkan ternyata tidak digunakan untuk keperluan pembangunan perkebunan,” tambahnya.



Hal itu, sambung Ahmad, sesuai dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatakan KPK dibentuk untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. “Oleh sebab itu, KPK harus bertindak cepat mengusut kasus dugaan kredit bermasalah ini,” tuturnya.



Penyelewengan yang dilakukan BPD jelas menghadirkan pertanyaan, sejauh mana pengawasan BI terhadap bank-bank daerah. Sayangnya, Direktur Direktorat Hukum BI, Ahmad Fuad tak mengangkat ponselnya ketika dikonfirmasi hukumonline.



Yoz

2 komentar:

  1. Saya sebagai warga samarinda turut prihatin dengan kondisi tersebut diatas. kalo saya mebayangkan dana -dana tersebut bisa ngapain aja dan bisa membahagiakan berapa ribu kepala keluarga. Akan tetapi berhubungan dengan PT. AUS dengan Plasmanya, yang benar yang mana? kemaren Rp. 119.000.000.000 sekarang 219.000.000.000.

    BalasHapus
  2. Saya sebagai pemilik PT. Anugerah Urea Sakti sangat prihatin kalau kejadian ini memang benar, yang sepengatahuan saya yang terjadi adalah sebagai berikut:
    1. PT. Aus memilikai lahan inti 6.000 Ha di kecamatan Muara Kaman, dantida ada mempunyai usaha selain itu.
    2. PT. AUS membina plasma melalui Koperasi Perkebunan Sawit Sendowan seluas 2.312 Ha dan lahan sudah tertanam lebih kurang 80% dan sesuai jadwal dengan rencana penyelesaian TBM-0 bulan September 2010.
    3. Koperasi Perkebunan Sawit Sendowan mendapat fasilitas kredit sebesar Rp. 90.233.488.000,- dengan masa pencairan selama 4 tahun. Sampai saat ini baru dicairkan Rp. 35.950.000.000,- dan menurut progres fisik lapangan koperasi masih terhutang kepada PT. AUS sebesar Rp. 7.815.591.852,-, dalam arti kata PT. AUS sudah merealisasikan pekerjaannya senilai 43.765.591.852.
    4. Kondisi tanaman sebagian besar ada yang sudah berumur 1 tahun dan penanamannya secara bertahap sampai saat ini, jadi yang di katakan penanaman tidak sesuai schedule sangat bertentangan dengan kondisi lapangan, begitu pula kondisi tanaman yang di katakan kondisi buruk, padahal bibit dan tata cara pemeliharaan mengadopsi dengan tata cara di proyek inti PT. AUS.
    5. Melihat berita yang ada, saya berpikir apa dasar dari penyampaian angka-angka tanpa dasar dan fakta karena semua yang disampaikan sangat bertentangan dengan data-data yang kami miliki.
    6. Dengan ini kami menyampaikan kesiapan untuk di lakukan pemeriksaan secara administratif dan pemeriksaan lapangan. Serta kami menyampaikan keinginan untuk mengetahui dasar penyampaian angka-angka di pemberitaan tersebut.

    BalasHapus